Arsitektur Cina Peranakan

Arsitektur Cina Peranakan | Foto artikel Arsitag

Cover : Tampilan fasad ruko Peranakan (Sumber: unicondor.com.ua)

Cina Peranakan atau yang lebih dikenal sebagai Straits Chinese, tidak hanya terkait dengan makanan khas mereka, tetapi juga dengan gaya arsitektur Eklektik mereka. Gaya arsitektur Peranakan yang tercatat dalam catatan sejarah Asia, mulai berkembang pada abad 19 awal hingga awal abad 20. Gaya ini menggabungkan unsur budaya Barat dan Timur seperti contohnya karya seni keramik.

Gaya arsitektur ini dapat ditemukan di Indonesia, Malaysia dan Singapura. Di Malaysia, masyarakat Peranakan mulai muncul pada awal abad ke 15 di daerah pelabuhan Malaka dan Penang. Pria dari Cina yang mulanya hanya datang untuk berdagang mulai menikahi wanita lokal dan kemudian terjadilah perpaduan budaya di antara keduanya. Mereka disebut sebagai “Peranakan”, yang dalam Bahasa Melayu berarti “melahirkan sesuatu”. Seorang pria Peranakan disebut sebagai ‘Baba’ dan seorang wanita disebut sebagai ‘Nyonya’. Jadi, jika Anda melihat sebuah restoran dengan nama “Nyonya Food” misalnya, berarti restoran tersebut melayani masakan Peranakan.

Pinang Peranakan Mansion (Sumber: www.thestar.com.my)Pinang Peranakan Mansion (Sumber: www.thestar.com.my)
 

Kebanyakan dari mereka beragama Buddha atau Kristen. Orang Peranakan di Penang berbicara dengan dialek Hokkien dan Melayu. Saat ini, Cina Peranakan sebagian besar berbicara campuran Bahasa Inggris, Hokkien dan Melayu.

Selama penjajahan Belanda dan Inggris, orang Peranakan mulai mengambil budaya Eropa dan kemudian juga berteman dengan orang asing. Mereka yang seperti ini mengidentifikasi diri mereka sebagai komunitas kelas putih perkotaan dengan kelas sosial yang tinggi, gaya hidup yang mewah, dan tinggal di bungalow kolonial atau verandahed vila Anglo-India. Mereka juga memasukkan anak-anak mereka ke sekolah berbahasa Inggris.

Desain interior Peranakan (Sumber: asianinspirations.com.au)Desain interior Peranakan (Sumber: asianinspirations.com.au)
 

Orang Peranakan yang hidup berbisnis tinggal di ruko yang dihiasi dengan gaya Eklektik. Sebenarnya sangat sedikit informasi mengenai gaya arsitektur Cina Peranakan meskipun telah terdapat sejumlah catatan tertulis mengenai aspek sosial dan budaya mereka. Gaya arsitektur Straits Elektik mulai berkembang pada abad 19 hingga 20 awal. Gaya ini menggabungkan unsur Barat yang pada awal abad 20 memperkenalkan karya seni keramik dan plester rendering yang rumit. Arsitektur tersebut digunakan pada ruko, kuil, klan atau bangunan asosiasi, dan villa atau bungalow kolonial.

Ruko dengan gaya Peranakan (Sumber: singapore-shops.com)Ruko dengan gaya Peranakan (Sumber: singapore-shops.com)
 

Salah satu bangunan yang paling banyak menggunakan arsitektur Peranakan adalah ruko. Ruko adalah sebuah baris rumah yang memiliki dua atau lebih lantai. Penyewa biasanya menggunakan lantai pertama untuk bisnis dan lantai atas untuk tempat tinggal. Sebuah ruko biasanya terhubung dengan beberapa ruko lain dan membentuk blok ruko. Ruko macam ini banyak dibuat hingga berbentuk jalan-jalan yang dapat ditemukan di daerah perkotaan Malaysia. Ruko dirancang dengan simetris di mana pintu masuk terletak di tengah-tengah dengan jendela di kedua sisi. Ruko juga biasanya memiliki jalan untuk pejalan kaki di depannya.

Terdapat beberapa gaya arsitektur yang berbeda dari setiap ruko yang ada di Penang, Malaka atau di kota-kota lain di Malaysia. Beberapa memiliki gaya dari periode yang berbeda pada tampilan fasad, sementara yang lain telah direnovasi atau menggunakan bahan modern untuk meningkatkan nilai properti. Secara umum, ada 4 gaya arsitektur ruko di Malaysia, yaitu:
Ruko khas Peranakan (Sumber: www.travelandlifestylediaries.com)
 

Terdapat beberapa gaya arsitektur yang berbeda dari setiap ruko yang ada di Penang, Malaka atau di kota-kota lain di Malaysia. Beberapa memiliki gaya dari periode yang berbeda pada tampilan fasad, sementara yang lain telah direnovasi atau menggunakan bahan modern untuk meningkatkan nilai properti. Secara umum, ada 4 gaya arsitektur ruko di Malaysia, yaitu:

  • Ruko Awal (abad 18). Fasad depan dibuat dari deretan kayu dan jendela, dengan dinding batu polos di lantai atas. Atap menggunakan ubin tanah liat khas Cina.
  • Ruko Tradisional (abad 19). Dinding depan lebih dekoratif dengan keramik.
  • Ruko Straits Elektik (1900-1940). Untuk penjelasan lebih lanjut lihat di bawah.
  • Ruko Art Deco (1940-1960an). Mulai mengadopsi gaya Art Deco Eropa dengan bentuk empat persegi panjang, lingkaran, atau horisontal pada fasad.

Gaya straits eklektik (Sumber: www.trekearth.com)Gaya straits eklektik (Sumber: www.trekearth.com)
 

Berbeda dengan ruko awal dan tradisional yang memiliki deret jendela yang panjang, gaya Straits Elektik mulai berkembang dengan membagi fasad menjadi dua atau tiga bagian. Dalam beberapa ruko, ruang kosong di atas jendela atau pintu dihiasi dengan plester rendering bermotif karangan bunga, buah-buahan atau tokoh-tokoh mitos. Jendela dan panel pintu juga diukir dengan indah. Salah satu perbedaan utama antara sebuah ruko Cina Peranakan dengan sebuah toko Cina murni terletak pada kehadiran ukiran yang sangat rumit. Saat ini, banyak ruko yang telah diubah menjadi kedai kopi dan restoran yang menyajikan kopi lokal dan makanan lainnya.

Bungalow kolonial (Sumber: galontrip.wordpress.com)Bungalow kolonial (Sumber: galontrip.wordpress.com)
 

Untuk bungalow kolonial sebenarnya sangat sulit untuk mendeksripsikan karakteristik sebenarnya dari gaya arsitektur Cina Peranakan. Namun, bungalow kolonial mempunyai ciri khas tersendiri pada gaya arsitekturnya yaitu skala yang megah, elemen bangunan yang dekoratif, dan interior yang mewah. Ciri-ciri tersebut menjadi karakteristik tersendiri untuk komunitas elit Peranakan. Pada awal 1900-an, beberapa elit Peranakan menyerah tinggal di ruko mereka dan pindah ke bungalow kolonial ini.

Ciri khas dari bungalow kolonial yang dibangun pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 adalah struktur yang tinggi, beranda dengan bentuk melengkung, langit-langit tinggi, beranda luas, jendela Perancis, dan dinding dengan plester batu bata. Di bungalow ini terdapat lantai marmer, ubin warna-warni, chandelier, furnitur Blackwood dan lemari jati yang diisi dengan barang-barang Nyonya.

Museum Peranakan (Sumber: asianinspirations.com.au)Museum Peranakan (Sumber: asianinspirations.com.au)
 

Berikut adalah karakteristik lainnya dari desain Peranakan:

Desain geometris. Pada bangunan Peranakan, lantai biasanya menggunakan ubin yang terasa sejuk dan sangat cocok untuk cuaca tropis yang panas dan lembab. Ubin khas Peranakan mempunyai warna dan motif yang variatif.

Warna. Bangunan Peranakan terlihat indah dengan warna-warna kontras yang digunakan, bahkan kadang terkesan norak. Warna-warna yang cerah dan kontras ini sangat cocok digunakan dengan hiasan-hiasan khas Peranakan.

Detail. Satu hal yang tidak dapat dilewatkan dari arsitektur Peranakan adalah perhatian terhadap detail.

Hal yang benar-benar unik tentang arsitekur Peranakan adalah kekayaan dan beragamnya gaya arsitektur yang tercipta dari hibrida gaya dan tradisi Barat dan Timur. Meskipun kini orang-orang Peranakan sudah tidak lagi menikmati status sosial dan ekonomi yang tinggi seperti pada masa-masa keemasan mereka dahulu, arsitektur Peranakan masih tetap dilestarikan.
 

Sumber :

http://www.hbp.usm.my

https://asianinspirations.com.au

http://jules.ikeahackers.net

AUTHOR

Shabrina Alfari

Shasa lahir di Jakarta 9 April 1994. Lulus dari Universitas Indonesia pada tahun 2016, Shasa mengambil jurusan Bahasa dan Studi Jerman. Dia sangat suka membaca tentang apa saja, dari novel, fiksi, penyair dan lain-lain. Setelah lulus, Shasa suka menulis tentang berbagai topik dan sekarang bekerja sebagai Content Writer.