Apa itu KLB (Koefisien Lantai Bangunan)?

Apa itu KLB (Koefisien Lantai Bangunan)? | Foto artikel Arsitag

Mungkin sebagian orang sudah akrab dengan istilah KLB. Akan tetapi, sudahkah Anda tahu apa sebenarnya KLB dalam konteks arsitektur dan bangunan?

KLB dalam konteks arsitektur dan bangunan merupakan kependekan dari Koefisien Lantai Bangunan. Apa itu Koefisien Lantai Bangunan? Koefisien Lantai Bangunan merupakan angka persentase perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai bangunan yang dapat dibangun dengan luas lahan yang tersedia. Maksudnya apa? Jadi, nilai KLB nantinya akan menentukan berapa luas lantai keseluruhan bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun. Bisa dikatakan bahwa KLB adalah batas aman maksimal jumlah lantai bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun.

Sketsa bangunan (Sumber: pribadi)

Sketsa bangunan (Sumber: pribadi)

KLB atau Koefisien Lantai Bangunan ini biasanya berlaku pada bangunan tinggi (highrise building). Peraturan ini berkaitan dengan peraturan tentang Ketinggian Bangunan. Dengan mengetahui KLB dari lahan yang akan dibangun, akan mudah bagi Anda untuk dapat menghitung jumlah luas keseluruhan lantai bangunan sehingga dapat diperkirakan berapa jumlah lantai yang dapat dibangun. Dari sana, maka Anda pun akan mengetahui perkiraan ketinggian bangunan, apakah telah sesuai dengan peraturan yang berlaku atau tidak.

Lalu, apa saja yang terhitung sebagai Koefisien Lantai Bangunan? Selain menghitung keseluruhan luas lantai, beberapa yang terhitung sebagai Koefisien Lantai Bangunan antara lain: overstek (tritisan/lantai bangunan) yang lebarnya lebih dari 1,5 meter, overstek yang memiliki akses seperti balkon, serta luas lantai parkir beserta sirkulasinya apabila luasannya lebih dari 50%. Selain itu, bangunan parkir yang dibangun bukan sebagai bangunan pelengkap diperbolehkan memiliki luas lantai 150% dari yang telah ditetapkan dalam RDTR (Rencana Detail Tata Ruang). Bangunan parkir yang dibangun sebagai prasarana parkir perpindahan moda dan terintegrasi dengan angkutan umum massal juga diperbolehkan memiliki luasan 200% dari luas total lantai yang diperbolehkan dalam KLB.

Skema Koefisien Dasar Bangunan dalam Suatu Lahan (Sumber: Koleksi Pribadi)Skema Koefisien Dasar Bangunan dalam Suatu Lahan (Sumber: Koleksi Pribadi)

Sama seperti peraturan bangunan lainnya, adanya aturan tentang Koefisien Lantai Bangunan ini pada dasarnya agar dapat mengendalikan tata ruang kota sehingga tercipta ruang yang nyaman bagi kita tinggal. Selain itu, peraturan tentang Koefisien Lantai Bangunan ini adalah sebuah bentuk pengendalian tata ruang yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatur kepadatan penduduk dan meminimalkan kemacetan.

Koefisien Lantai Bangunan di setiap wilayah memiliki nilai yang berbeda-beda. Perbedaan nilai KLB tersebut biasanya terjadi karena adanya perbedaan peruntukan lahan dan juga zonasi kawasan. Semakin padat sebuah kawasan, maka semakin besar nilai KLB. Apa artinya jika nilai KLB semakin besar? Itu artinya luas keseluruhan lantai yang dapat dibangun semakin besar. Nilai tersebut berbeda-beda disebabkan oleh beberapa hal, antara lain harga lahan, ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan), dampak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan, serta ekonomi dan pembiayaan.

Salah Satu Contoh Tabel KDB untuk Daerah Jakarta Pusat yang termuat dalam Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (Sumber: http://bappedajakarta.go.id/)Salah Satu Contoh Tabel KDB untuk Daerah Jakarta Pusat yang termuat dalam Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi (Sumber: http://bappedajakarta.go.id/)

Di mana Anda dapat mengetahui nilai Koefisien Lantai Bangunan? Nilai KLB terdapat dalam peraturan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah di setiap daerah. Untuk wilayah DKI Jakarta, nilai KLB beserta peraturan bangunan lainnya tercantum dalam Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, seperti halnya yang termuat dalam tabel di atas.

Dalam tabel tersebut, dapat terlihat bahwa nilai KLB berkisar antara 0, 1, 1.5, 2, dst. Sebagaimana definisi dari KLB, nilai tersebut merupakan hasil perbandingan dari luas keseluruhan bangunan dengan luas tanah. Lalu, bagaimana cara membacanya? Jika Anda memiliki lahan seluas 100 m2 dan lahan Anda tersebut berada di daerah dengan zona yang memiliki nilai KLB 2, maka artinya luas seluruh lantai yang diperbolehkan untuk dibangun adalah 200 m2. Sementara itu, jika lahan memiliki nilai KLB nol (0) artinya lahan tersebut berada di zona taman atau area yang diperuntukkan untuk ruang terbuka hijau. Itu berarti lahan tersebut tidak diperuntukkan untuk bangunan dan tidak boleh dibangun.

Jika Anda memiliki bangunan yang telah dibangun dan ingin memastikan apakah nilai KLB bangunan Anda sesuai dengan peraturan yang berlaku atau tidak, Anda tinggal membagi nilai luas keseluruhan lantai dengan luas tanah. Apabila nilai KLB hasil perhitungan Anda lebih besar dari nilai KLB yang diperbolehkan, artinya bangunan tersebut melanggar peraturan tentang KLB maksimal yang diperbolehkan.

Cara Menghitung Besaran KLB (Sumber: Koleksi Pribadi)Cara Menghitung Besaran KLB (Sumber: Koleksi Pribadi)

Lalu, bagaimana jika orang melanggarnya? Sebagaimana peraturan bangunan pada umumnya, pelanggaran terhadap peraturan KLB juga akan dikenakan sanksi. Sanksi yang diberikan dapat berupa surat penarikan izin hingga adanya pembongkaran bangunan. Akan tetapi, ada peraturan dari pemerintah yang memberikan keleluasaan dengan adanya Sistem Insentif-Disinsentif Pengembangan dan Sistem Pengalihan Nilai Koefisien Lantai Bangunan atau disebut sebagai Transfer Development Right (TDR). Apa yang dimaksud dengan kedua sistem tersebut? Kedua sistem tersebut memungkinkan pemilik bangunan untuk dapat menambah luasan lantai maksimum di dalam bangunan.

Sistem Insentif-Disinsentif Pengembangan dilakukan bagi bangunan-bangunan yang menyediakan fasilitas umum berupa sumbangan positif bagi lingkungan pemukiman terpadu, seperti adanya jalur pejalan kaki dan ruang terbuka hijau. Sementara itu, Sistem Transfer of Development Right merupakan hak pemilik bangunan atau pengembang yang dapat dialihkan kepada pihak atau lahan lain, yang dihitung berdasarkan pengalihan nilai KLB, yaitu selisih antara KLB aturan dan KLB terbangun. Maksimum KLB yang dapat dialihkan umumnya sebesar 10% dari nilai KLB yang ditetapkan dan hanya dimungkinkan apabila terletak dalam satu daerah perencanaan yang sama  dengan catatan bahwa yang bersangkutan telah memanfaatkan minimal 60% KLB-nya dari KLB yang sudah ditetapkan pada daerah perencanaan. Peraturan yang mengatur kedua sistem ini secara lebih rinci dapat dilihat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.

Sumber:

  • Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 Tentang PedomanUmum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
  • Pedoman Rencana Detail Tata Ruang Kota, Dirjen Penataan Ruang DPU
  • http://bappedajakarta.go.id/
  • Materi Dinas Penataan Kota Provinsi DKI Jakarta tentang Peraturan Tata Bangunan, Visi Perbaikan Kota vs Regulasi. [pdf]. (http://www.iai-jakarta.org/)

AUTHOR

Diah Kurniawati

Lahir dan besar di Jogja, Diah adalah lulusan Jurusan Arsitektur Universitas Gadjah Mada tahun 2015. Ketertarikannya pada tulisan, kritik, dan ruang membuatnya memilih profesi sebagai seorang penulis arsitektur. Kesempatan magang dan belajar yang ia dapat di awal tahun 2016 menjadi pintu pembuka yang membawanya serius menggeluti dunia penulisan arsitektur. Selain aktivitasnya sebagai freelance writer di arsitag dan sesekali menulis fiksi, saat ini Diah bekerja dan belajar di Studio IAAW.