Garis Sempadan Bangunan

Garis Sempadan Bangunan | Foto artikel Arsitag

Saat akan membangun sebuah bangunan, Anda pasti memikirkan berapa jauh sebaiknya bangunan Anda didirikan dari muka jalan. Anda juga pasti akan mempertimbangkan berapa sebaiknya jarak bangunan Anda dari bangunan tetangga. Apakah mau dibangun menempel atau akan memberikan jarak tertentu? Sebagian orang ada yang memilih untuk menghabiskan seluruh lahannya untuk bangunan. Sebagian lagi, ada yang memberikan jarak antara bangunannya dengan bangunan sekitar atau jalan umum di depannya. Akan tetapi, apakah Anda tahu jika memberikan jarak antara bangunan Anda dengan jalan maupun bangunan tetangga itu diatur dalam peraturan bangunan?

Hal itu disebut dengan istilah Garis Sempadan Bangunan atau biasa disingkat sebagai GSB. Mungkin sebagian orang ada yang sudah akrab dengan kata tersebut, tetapi masih ada yang belum mengerti apa sebenarnya GSB. GSB sendiri sebenarnya didefinisikan sebagai garis batas minimal yang membatasi bangunan Anda dengan batas lahan yang Anda miliki, baik itu dengan jalan, tepi sungai, tepi pantai, rel kereta api, jaringan tegangan tinggi, ataupun bangunan tetangga.

Bangunan-bangunan yang berbatasan langsung dengan sungai (Sumber: megapolitan.kompas.com)

Bangunan-bangunan yang berbatasan langsung dengan sungai (Sumber: megapolitan.kompas.com)

Bangunan-bangunan yang berbatasan langsung dengan rel kereta api (Sumber: kompasiana.com)

Bangunan-bangunan yang berbatasan langsung dengan rel kereta api (Sumber: kompasiana.com)

Lalu, untuk apa GSB itu ada? Tentu saja yang utama adalah untuk keamanan, baik keamanan Anda maupun lingkungan sekitar bangunan Anda. Dengan memberikan jarak antara bangunan Anda dengan sekitarnya, akan meminimalkan resiko yang dapat membahayakan bangunan Anda maupun bangunan di sekitar; misalkan saja, apabila ada bencana kebakaran, bangunan roboh, atau kecelakaan lalu lintas. Selain itu, apabila bangunan Anda di simpang jalan, memberikan jarak antara bangunan Anda dengan jalan meminimalkan resiko kecelakaan. Bisa dibayangkan betapa berbahanya jika bangunan tetangga Anda terbakar padahal bangunan Anda menempel di sebelahnya; atau misalnya Anda mengendarai kendaraan di persimpangan jalan, di mana terdapat bangunan yang menghalangi penglihatan Anda untuk melihat pengendara lain dari arah yang berlawanan.

Tidak adanya jarak antar bangunan menyebabkan api mudah menyebar saat terjadi kebakaran (Sumber: news.detik.com)

Tidak adanya jarak antar bangunan menyebabkan api mudah menyebar saat terjadi kebakaran (Sumber: news.detik.com)

Akan tetapi, masih banyak dari masyarakat kita yang membangun semaunya tanpa mempertimbangkan adanya Garis Sempadan Bangunan. Padahal, apabila peraturan tentang Garis Sempadan Bangunan tidak dihiraukan, selain merugikan diri sendiri dengan membahayakan bangunan sendiri, akan ada sanksi yang diberikan sebagaimana tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Sanksi yang diberikan dapat berupa peringatan tertulis hingga adanya perintah pembongkaran bangunan dan dapat pula berupa denda.

Contoh bangunan yang tidak mengikuti aturan GSB (Sumber: adytiawan.wordpress.com)

Contoh bangunan yang tidak mengikuti aturan GSB (Sumber: adytiawan.wordpress.com)

Kalau begitu, Berapa besaran jarak aman bagi bangunan? Jarak aman atau GSB bagi setiap bangunan besarnya berbeda-beda. Hal ini tergantung dengan lokasi dan kelas jalan. Di area-area tertentu, ada yang memiliki GSB sebesar 0 (nol). Ini artinya tidak ada batas sedikitpun antara bangunan dengan sekitarnya. Secara umum, besaran GSB sama dengan setengah dari lebar jalan. Semakin lebar jalan, maka akan semakin besar nilai GSB. Untuk pemukiman perumahan, standar GSB yang diberikan berkisar antara 3 – 5 meter. Aturan mengenai GSB ini secara lebih detil dijabarkan dalam peraturan daerah masing-masing wilayah. Untuk mengetahui besaran pastinya, Anda dapat menanyakannya pada pemerintah daerah Anda. Khusus untuk DKI Jakarta, besarnya GSB dapat dilihat dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 Tentang Bangunan Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Bagaimana? Apakah masih ingin mengabaikan Garis Sempadan Bangunan? Lalu, bagaimana dengan bangunan Anda yang sekarang? Apakah sudah sesuai dengan peraturan Garis Sempadan Bangunan yang ada?

Semoga bermanfaat!

Sumber:

AUTHOR

Diah Kurniawati

Lahir dan besar di Jogja, Diah adalah lulusan Jurusan Arsitektur Universitas Gadjah Mada tahun 2015. Ketertarikannya pada tulisan, kritik, dan ruang membuatnya memilih profesi sebagai seorang penulis arsitektur. Kesempatan magang dan belajar yang ia dapat di awal tahun 2016 menjadi pintu pembuka yang membawanya serius menggeluti dunia penulisan arsitektur. Selain aktivitasnya sebagai freelance writer di arsitag dan sesekali menulis fiksi, saat ini Diah bekerja dan belajar di Studio IAAW.